First love (part2)

on Senin, 01 April 2013
Namanya Wulan(disamarkan) sesosok perempuan yang menurut saya ideal entah apa yang merasuk di pikiran saya seorang perempuan yang selalu ada di pikiran saya. Saya seorang laki-laki yang pemalu tak sepatah kata pun saya katakan jika berhadapan dengan perempuan mana pun jangan kan Wulan, perempuan yang tidak saya suka saja rasanya susah berkata sedikit pun serasa pita suara saya putus. Waktu yang tidak terasa sangat panjang seolah baru kemarin saya memperkenalkan diri, sudah hampir satu bulan saya berada di kelas ini dan saya sudah mempunya banyak teman dan selama ini saya tidak pernah berkata satu patah kata pun kepada Wulan ya! sudah banyak kata-kata yang di lontarkan kepada saya dari teman-teman dekat saya agar bisa bersaing dengan laki-laki lain yang mencoba memberi simbol suka kepada Wulan, dan kata-kata teman saya itu saya abaikan, mau gmn lagi? saya karakter laki-laki yang pemalu, saya memilih diem dan menunggu, bukan karakter yang bertindak dan melihat hasilnya.


Mabrur(disamarkan) ini dia teman saya di kelas 2 smp, dia mensupport saya tapi tidak banyak yang bisa dia perbuat dan harus saya yang memulai dan  melakukan agar Wulan menyadara yang saya miliki. Mulai dari alamat rumahnya Wulan, nomer telepon rumahnya, sampai nomer hpnya, saya punya berkat Mabrur teman saya yang sangat baik yang selalu membantu saya ketika saya stak di saat keadaan menyerah mulai datang.

Sampai suatu hari saya memberanikan diri untuk menelepon rumah Wulan, satu persatu kombinasi angkat itu saya tekan di telepon rumah saya dan terdengar suara tuuuuuuuut... tuuuuuuut... "hallo, asalamualaikum?" dengan nada yang selalu saya dengar di kelas, teriakannya yang selalu berdengung di kelas seolah berbeda di telinga saya saat ini, suara yang merdu di tambah detak jantung saya yang membuat saya sulit membalas pertanyaan Wulan, "hmmm.. hmmm ini rumah Wulan?" lagi-lagi saya berkata dengan tidak jelas, saya tidak bisa berkata apa-apa dan saya berdoa semoga dia tidak kaget dan menutup teleponnya. "ia benar ini rumah Wulan, ini siapa?" dengan nada penasaran, "ini teman sekalas mu loh masa tidak kenal?" mulai beradaptasi dengan suasana ini, "siap ya? kan banyak di kelas teh!" dia semakin penasaran, "oh berarti gak kenal saya ya? masa gak tau?" saya semakin mahir menggona, "gak tau, baru denger suaranya. siapa ini teh ih? ya udah gak mau ngesih tau aku tutup ya?" dengan nada mengancam Wulan mengatakan itu pada saya, " oh jangan-jangan ini aku zul" saya berdoa lagi agar dia tidak kaget dan menutup teleponnya, "ohhh zul, ko suaranya beda ya? ah bohong bukan zul!" dengan nada bercandanya dia melontarkan pertanyaan yang membuat saya tertawa, "hahaha, ia ini zul, masa gak tau suaranya? gara-gara zul jarang ngomong kayanya ya?" dengan sedikit candaan saya membalas pertanyaannya.
"ia ia aku percaya ada apa zul telepon Wulan?" percakapan yang tadinya asik berubah menjadi canggung, saya kembali tak bisa berkata apa-apa seolah saya memaksa otak saya untuk berpikir cepat, "engga mau cek aja benar ga nomor telepon Wulan itu benar? ya udah ya, sampai sini dulu sampai ketemu di sekolah besok" soelah kabur dari masalah.

Di kamar, saya sering membuat sebuah planning yang nanti akan saya kerjakan di keesokan hari, hari ini planning saya tentang Wulan apakah di akan merespon saya atau tidak mulai besok atau bahkan bisa menjauhi saya akibat perkerjaan tidak gentelman saya tadi.

0 comments:

Posting Komentar